Selasa, 15 April 2008

Mama Mia Show biang kerusakan

KPI Peringatkan "Mamamia Show" Karena
Mengganggu Waktu Maghrib


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat
memberikan peringatan keras terhadap
tayangan program televisi berupa ajang
kompetisi bernyanyi secara langsung
(live) "Mamamia Show" dan sejenisnya
(“Star Dut” dan “Super Seleb Show”) yang
mengganggu ibadah sholat Maghrib yang
wajib dilaksanakan umat Islam

Protes KPI itu dilayangkan setelah
mendapatkan masukan dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama
(NU), serta menerima protes dari
sejumlah elemen masyarakat.

“Selain mengganggu penonton di rumah,
KPI pusat juga mendapatkan keluhan bahwa
di studio Indosiar tidak disediakan
tempat shalat untuk penonton acara
reality show tersebut, ” kata Ketua KPI
Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja dalam surat
yang dilayangkan ke PBNU, Selasa(15/4).

Berdasarkan pemantau, tayangan kompetisi
bahkan dimulai sebelum waktu shalat
maghrib tiba dan berakhir hingga larut
malam. Indosiar hanya memberikan jeda
waktu untuk adzan maghrib beberapa menit
saja, kemudian acara dilanjutkan kembali.

Kalaupun dipersiapkan tempat shalat,
pihak Indosiar tidak mungkin bisa
menampung ratusan penonton yang hadir,
sambil menyiapkan tempat berwudhu
sekaligus. Sementara itu, banyak di
antara keluarga peserta dan para
penonton yang hadir tampak berbusana
muslim dan dipancing untuk bersorak
sorai pada menit-menit shalat maghrib
yang sangat pendek sekitar 65 menit.

KPI meminta pihak Indosiar memindahkan
jam tayang ”Mama Mia Konser” dan program
ajang kompetisi sejenis pada pukul 19.00
waktu setempat. Selain itu, lanjut Sasa,
jam tayang program tersebut juga dapat
mengganggu waktu belajar anak-anak.

Bahkan, KPI beranggapan program
pemilihan bakat itu masih menampilkan
lelucon-lelucon kasar dalam dialog
antara pembawa acara dan komentator.

“KPI Pusat mengingatkan Indosiar untuk
senantiasa memperhatikan
peraturan-peraturan terkait isi siaran
dalam Undang Undang Penyiaran serta
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran, ” sambung Sasa
Djuarsa.(novel/nu.ol)

Read More......

Akar Masalah Ummat Islam

Pada saat saya melihat kondisi yang terjadi di pertengahan 2008 ini, saya sempat berbicara di tengah-tengah para dewan guru dalam acara menghadapi diskusi di sebuah sekolah non formal menyampaikan bahwa menghadapi situasi yang serba tidak menentu seperti sekarang ini, ada dua langkah yang harus kita tempuh. Pertama: selalu kembali ke asas, yakni Islam. Dalam setiap persoalan, kita selalu merujuk pada Islam. Kedua: perlu berani berpikir dan mengambil langkah out of box, keluar dari pakem. Misalnya saja, ketika ada keluhan tentang masalah kehutanan, yang mana Indonesia selalu dirugikan dan Malaysia selalu diuntungkan, saya katakan, satukan saja Malaysia dan Indonesia menjadi satu negara. Toh yang penting bagi kebanyakan rakyat adalah hidup aman dan sejahtera.
Ketika ada yang nyeletuk, "Singapura perlu juga tuh disatukan," saya jawab, "Ya. Brunai, Pattani, Moro, Bangladesh, Pakistan, Jazirah Arab, Mesir, Libya, hingga Maroko perlu dipersatukan, yakni dalam wadah Khilafah Islamiyah."

Realitas Umat Hari Ini
Kondisi umat yang terpecah-belah dalam berbagai negara, bangsa, sistem perundangan, dan sistem pemerintahan selama lebih dari 80 tahun ini dengan problematika yang menyertainya menyebabkan umat ini terus dirundung berbagai permasalahan yang tiada henti-hentinya.
Kaum Muslim di Palestina terus ditindas Israel dengan dukungan Inggris dan AS sejak Khilafah runtuh hingga hari ini. Kaum Muslim Bosnia tahun 1993 diserang dan dijarah; sekitar 30.000 Muslimah di sana diperkosa secara sistematis oleh para bajingan Serbia di depan pasukan NATO tanpa bisa ditolong. Negara-negara OKI yang pada waktu itu sedang bermuktamar di Marakkes justru bertengkar satu sama lain tanpa mengambil keputusan untuk menolong dan membebaskan kaum Muslim Bosnia. Kaum Muslim di Cechnya dijajah kembali oleh Rusia hingga hari ini. Kaum Muslim di Pattani, Thailand, berulang-ulang menghadapi tindakan represif dari pemerintah. Hal yang sama dialami kaum Muslim Moro di Mindanao Filipina Selatan dan kaum Muslim Rohingya di Burma. Kaum Muslim Kashmir dirampok oleh tentara India; gadis-gadis Muslimah mereka diculik dan dipaksa menjadi pelacur di Bombay (Sabili, ed. 18 Th. XII/24/3/2005). Sementara itu, tidak satu pun pemerintahan Muslim yang berani memprotes serangan brutal tentara AS bersama para sekutunya ke Afganistan (tahun 2001) dan Irak (tahun 2002).
Di bidang ekonomi, Dunia Islam yang kaya-raya secara sistematis juga dibikin miskin oleh musuh-musuhnya. Utang luar negeri menjadi perangkap untuk menguras habis kekayaan alam Dunia Islam. Setiap utang, selain menanamkan bom waktu yang sewaktu-waktu meledak, juga disertai konsesi-konsesi seperti penguasaan sumber alam dengan kontrak karya, dan berbagai peraturan-peraturan yang sangat menguntungkan pihak kreditor. Kini, negeri-negeri yang berutang semacam Indonesia harus menganggarkan sampai 40% dari APBN-nya untuk membayar cicilan utang dan bunganya. Pembayaran bunga saja mencapai sekitar 59 triliun (total cicilan plus bunga sebesar 110 triliun).
Di bidang pendidikan, seiring dengan laju kemiskinan yang terus meningkat, Pemerintah justru melakukan privatisasi pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan negeri pun dibiarkan mencari sendiri dana operasional mereka yang berakibat pada naiknya biaya pendidikan. Universitas-universitas negeri terkenal semacam UI dan UGM jor-joran dalam memasang tarif masuk para mahasiswanya. Konon FKUI kelas internasional mematok sampai 250 juta untuk tarif masuk.
Sementara itu, partai politik dan para aktivisnya semakin tampak berjiwa oportunistik. Tidak sedikit suara-suara miring kini ditujukan pada lembaga legislatif: percaloan proyek, penyuapan untuk menggolkan undang-undang, bagi-bagi jabatan dan akses ke BUMN, dan lain-lain. UU Migas dan UU Sumber Daya Air yang jelas sangat memihak kapitalis dunia dan meminggirkan rakyat begitu mudah lolos. Kenaikan BBM begitu mudah disetujui. Tidak lama, disetujui pula oleh Pemerintah tunjangan operasional 10 juta peranggota DPR perbulan. Fenomena Pilkada pun penuh hura-hura tanpa hasil yang nyata bagi kesejahteraan rakyat.
Di bidang sosial, budaya hedonistik semakin dipertontonkan oleh para pejabat pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan kehidupan hedonis itu telah tampak nyata di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ini diperparah lagi dengan maraknya perjudian, miras, dan narkoba. Dalam situasi budaya masyarakat yang semakin hedonistis, kehidupan sosial masyarakat pun semakin individualistis.

Akar Masalah


Problematika yang menimpa umat Islam ini hari ini sesungguhnya akibat tatanan kehidupan sekular (mengesampingkan agama dari kehidupan). Kehidupan inilah yang telah membuat umat ini tercerabut dari akarnya, yakni Islam. Islam hanya tampak pada saat Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Islam baru muncul saat kelahiran, sunnatan, perkawinan, dan kematian. Sebaliknya, dalam kehidupan secara utuh, baik dalam masalah ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, umat ini telah terlepas dari Islam. Di situ pula masalahnya, mengapa umat ini menjadi lemah dan terpuruk.
Keterpurukan umat ini sesungguhnya merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang. Pertama: secara internal umat ini mengalami kemunduran berpikir. Kemunduran ini terutama setelah ditutupnya pintu ijtihad pada abad ke-4 H. Akibatnya, semakin sedikit orang yang dengan kualifikasi mujtahid mampu memecahkan masalah dengan hukum Islam. Kedua: secara eksternal ada upaya-upaya dari luar untuk meracuni pemikiran umat Islam dengan memasukkan ke tubuh umat ini berbagai paham yang bukan dari Islam seperti filsafat Yunani dan India, paham nasionalisme, dan lain-lain. Ketiga: ketika Khilafah Islamiyah yang lemah mulai memasukkan hukum-hukum sipil Eropa ke dalam undang-undang di negara tersebut dengan fatwa Syaikhul Islam bahwa hal itu tidak bertentangan dengan Islam. Keempat: runtuhnya sistem Khilafah sebagai penjaga Islam dan kaum Muslim.
Setelah itu, umat Islam dijajah Barat dan dipaksa menerapkan seluruh sistem sekular Barat dalam kehidupan mereka. Barat juga mencetak kader-kader paradaban Barat dari kalangan kaum Muslim. Akibatnya, sekularisasi di Dunia Islam semakin lancar. Jadilah hingga hari ini Dunia Islam hidup dalam tatanan sekular.
Dengan ketiadaan Khilafah, umat ini belum bisa bangkit mengatasi berbagai masalahnya. Sampai kapankah keadaan seperti ini dibiarkan? Wallâh al-Muwaffiq ilâ Aqwam ath-Tharîq!

Read More......

Jumat, 11 April 2008

Demokrasi Amerka Serikat (AS) dan Politik Uang

Musim pemilu AS telah dimulai dimana rakyatnya mulai memilih Presiden baru. Beberapa bulan ke depan, Amerika dan belahan dunia lainnya akan menyaksikan siapa pengganti Presiden GW. Bush, apakah itu John McCain dari Partai Republik atau Hillary Clinton atau Barack Obama, dua capres dari Partai Demokrat. Sistem politik Amerika sering dibanggakan pada dunia sebagai contoh ‘Impian Amerika’, dimana rakyat biasa bisa memilih dengan penuh kebebasan untuk memilih pemimpin mereka, secara tertib dan damai. Dengan bangga, mereka berkata bahwa siapapun bisa mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden.
Namun, kenyataan menunjukkan bahwa impian politik Amerika tidak lebih dari sekedar mitos; ini terbukti dari jumlah uang yang luarbiasa besar digelontorkan oleh beberapa kandidat elit saja; milyaran dollar telah terbayar untuk biaya kampanye. Faktanya adalah bahwa di Amerika dan dimana pun, Demokrasi tidak pernah menepati janjinya. Kuatnya pengaruh uang adalah kecacatan Demokrasi, suatu sistem pemerintahan yang memihak golongan kaya dan istemewa saja.



Di pemilu 2004, capres saat itu GW Bush menerima donasi 292 juta dollar, sedangkan lawannya John Kerry dari partai democrat menerima 253,9 juta dollar. Kandidat independen, Ralph Nader hanya menerima 4,5 juta dolar saja. Total biaya pemilihan Presiden dan kursi perwakilan rakyat di Konggres berkisar sebesar 3,9 milyar dollar.

Untuk tahun 2008 ini, Barack Obama telah mendapatkan 193 juta dolar, Hillary Clinton 169 juta dolar, sedangkan John McCain sekitar 64 juta dolar. Sebenarnya persyaratan untuk menjadi Capres Amerika cukup sederhana: kelahiran warga negara Amerika, tinggal di amerika selama 14 tahun, dan berumur minimal 35 tahun. Akan tetapi dengan jumlah biaya kampanye yang sangat besar seperti biaya iklan TV, radio dan kebutuhan pemasaran kampanye lainnya, sangat kecil kemungkinannya bagi anggota rakyat biasa untuk bisa menjadi capres yang bisa diperhitungkan. Uang menjadi penghadang alami.

Kenyataan semacam inilah yang menyebabkan hilangnya kepercayaan dari para pemilih Amerika terhadap sistem politiknya sendiri. Partisipasi pemilih di pemilu Amerika menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir, dan merupakan salah satu tingkat partisipasi yang rendah di antara negara-negara maju lainnya. Maka secara praktis, hanya kelompok minoritas dari seluruh para pemilih yang memenuhi syarat sajalah yang akhirnya memilih calon wakil rakyat dan presiden.

Rakyat biasa pun akhirnya mulai mempertanyakan kenapa pilihan mereka pada pemilu sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang berarti dalam sistem politik amerika. Dugaan rakyat terhadap tidak berartinya pilihan mereka pada pemilu semakin menguat ketika kebijakan politik partai Demokrat dan partai Republik semakin sulit dibedakan. Keduanya menerapkan politik luarnegeri yang haus perang dan memiliki agenda pro bisnis dengan mengorbankan pendanaan pelayanan sosial dalam negeri. Alasan kenapa sistem Demokrasi Amerika bisa melahirkan situasi

seperti ini adalah kuatnya pengaruh uang dan kelompok-kelompok kunci yang memiliki kepentingant tertentu. Korporasi atau perusahaan besar Amerika dan kelompok-kelompok tidak melihat diri mereka sebagai dermawan yang murah hati.Akan tetapi mereka memberikan uang kepada para calon politisi dengan harapan ketika para politisi terpilih atau memenangkan kursi kekuasaan, lahirlah kebijakan-kebijakan yang menguntungkan mereka sendiri.

Inilah cacat yang mendasar dari sistem Demokrasi, dimana ia menghasilkan hukum dan kebijakan buatan manusia yang akan menguntungkan pihak-pihak yang bisa memenangkan pengaruh, dengan tumbal rakyat biasa. Presiden Amerika sendiri, Eisenhower, pernah memperingatkan adanya kekuatan korup yang bisa menyetir kebijakan politik Amerika dalam pidato perpisahannya di bulan Januari 1961 sebagai berikut:
“…three and a half million men and women are directly engaged in the defence establishment. We annually spend on military security more than the net income of all United States corporations. This conjunction of an immense military establishment and a large arms industry is new in the American experience. The total influence — economic, political, even spiritual — is felt in every city, every State house, every office of the Federal government.
We recognize the imperative need for this development. Yet we must not fail to comprehend its grave implications. Our toil, resources and livelihood are all involved; so is the very structure of our society. In the councils of government, we must guard against the acquisition of unwarranted influence, whether sought or unsought, by the military/industrial complex. The potential for the disastrous rise of misplaced power exists and will persist.”

(”… tiga setengah juta pria dan wanita terlibat langsung dalam industri pertahanan. Kita mengeluarkan dana untuk kepentingan militer yang nilainya melampaui gabungan dari seluruh keuntungan bersih perusahaan-perusahaan di Amerika. Bagi Amerika sendiri, adanya superstruktur militer yang didukung oleh industri persenjataan adalah suatu hal baru. Dan pengaruhnya sungguh luar biasa baik dari segi ekonomi, politik, dan spiritual, dan juga dirasakan di setiap kota, pemerintah negara bagian, dan setiap departemen Federal.

Di satu sisi, kami sadar bahwa superstruktur ini penting untuk dimiliki. Tapi kita juga jangan lengah akan dampak atau implikasi yang berbahaya. Kerja keras kita, sumber daya kita, dan kehidupan kita, serta struktur masyarakat kita, kesemuanya saling terkait dan terlibat. Maka dalam sistem pemerintahan kita tetap harus ada kewaspadaan dari setiap pengaruh, baik secara sengaja atau tidak, dari kompleks militer/industri. Potensi akan lahirnya suatu kekuasaan yang tidak pada tempatnya akan tetap ada. “)

Saat ini pendanaan pertahanan Amerika sebesar 1 milyar dolar per tahun. Ini besarnya hampir sama dengan total APBN yang disetujui Konggres AS di bulan Maret 2008 sebesar 3 milyar dolar. Sedangkan pendanaan sosial dan kesehatan, secara kontras, semakin menurun di tahun-tahun terakhir. Meskipun, Amerika semakin banyak menghabiskan kekayaannya untuk kepentingan militer dan perang penjajahan di luar negerinya, pengaruh dari kontraktor persenjataan justru tidak menyurut. Pembagian proyek-proyek militer di negara-negara bagian yang diwakili para senator-senatornya yang berpengaruh di Konggres menunjukkan politik “Pork Barrel”, yaitu politik yang menunjukkan akrabnya pengaruh uang dengan politik. Ini tidak hanya terjadi di sektor pertahanan, tapi juga melibatkan semua korporasi Amerika, dimana mereka saling berlomba untuk memenangkan pengaruh pada para politisi. Hillary Clinton , baru-baru ini justru membuat pembelaan yang mengesankan terhadap para kelompok lobi yang memiliki kepentingan tertentu, seperti bank-bank investasi dan lembaga-lembaga keuangan yang merupakan donatur tradisional yang menyumbang dana bagi para calon Presiden dari partai demokrat maupun partai republik.

Kerentanan Demokrasi terhadap pengaruh uang dan korupsi tidak hanya terjadi di Amerika saja. Di manapun Demokrasi berada sebagai sistem pemerintahan, di situ tampaklah bagaimana golongan elit yang akhirnya mampu mengontrol pengaruh. Penelitian yang dilakukan di Amerika sendiri juga menunjukkan bahwa perusahaan yang menyumbang kepada para politisi selalu mendapatkan keuntungan yang besar dibanding perusahaan lainnya. Maka tidak heran kalau lapangan pekerjaan di Amerika di pindah ke luar negeri seperti negeri Dunia Ketiga (outsource) secara agresif, sehingga bisa menambah keuntungan mereka.

Demokrasi secara realita adalah cara canggih untuk mengontrol pengaruh dan dipakai oleh korporasi Amerika dan elit politiknya untuk secara berhati-hati memilih para pemimpinnya. Ketika rakyat Amerika memulai tradisinya untuk terlibat dalam pemilu, hasilnya akan selalu bisa ditebak. Siapapun yang menang, terlepas dari janji2 apapun yang pernah ditawarkan pada rakyat, akan melahirkan kebijakan-kebijakan ‘balas budi’ kepada para donaturnya di masa kampanye. Itulah sebabnya, pemenang sejati dalam pemilu adalah korporasi Amerika, kelompok lobi, dan grup yang memiliki kepentingan tertentu, yang telah menyokong dana kampanye para politisi. Akhirnya, golongan kaya sekali lagi mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan nasib jutaan rakyat biasa. (Rusydan; Khilafah.com / 25 Maret 2008)

Negara Korporasi

* Dick Cheney (wakil presiden) memimpin perusahaan Haliburton Energi hingga tahun 2000. Berkat hubungan politisnya, dia berhasil memperoleh keuntungan mencapai sekira 45 juta dolar AS
* Condoleeza Rice (menlu AS ): CEO perusahaan Chevron Texas.
* Donald Rumsfeld (mantan Menhan) :pernah menjabat wakil pemimpin perusahaan Western Oil. Dia juga merupakan partner Bush di perusahaan Enron Energy. Perusahaan ini menjadi perusahaan pertama Amerika dalam rangkaian ambruknya perusahaan-perusahaan Amerika setelah kejahatan keuangan yang menenggelamkannya pada akhir tahun 2001.
* Pusat Keamanan Publik: sekitar 100 orang pejabat di pemerintahan Bush yang pertama, mereka menanamkan investasinya yang mencapai 144,6 juta dolar AS di sektor migas

Read More......

Imam Mahdi Dan Khilafah

Soal:

Keyakinan kaum Muslim akan kembalinya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah semakin meningkat. Namun, ada sebagian yang percaya, bahwa Khilafah akan berdiri sendiri, karena sudah merupakan janji Allah. Caranya, dengan menurunkan Imam Mahdi. Pertanyaannya, benarkan Imam Mahdi yang akan mendirikan Khilafah? Ataukah kaum Muslim yang mendirikannya, kemudian lahirlah Imam Mahdi?

Jawab:

1- Kalaupun ada hadits yang menunjukkan Imam Mahdi akan mendirikan, maka hadits tersebut tetap tidak boleh dijadikan alasan untuk menunggu berdirinya Khilafah. Karena berjuang untuk menegakkan Khilafah hukumnya tetap wajib bagi kaum Muslimin, sebagaimana hadits Nabi:



مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةِ اللهِ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَحُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً



“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan menjumpai Allah pada Hari Kiamat dengan tanpa mempunyai hujah. Dan, siapa saja yang mati sedangkan di atas pundaknya tidak terdapat bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hr. Muslim)



Manthuq hadits di atas menyatakan, bahwa “Siapa saja yang mati, ketika Khilafah sudah ada, dan di atas pundaknya tidak ada bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” Atau “Siapa yang mati, ketika Khilafah belum ada, dan dia tidak berjuang untuk mewujudkannya, sehingga di atas pundaknya ada bai’at, maka dia pun mati dalam keadaan mati jahiliyah.” Karenanya, kewajiban tersebut tidak akan gugur hanya dengan menunggu datangnya Imam Mahdi.



2- Memang banyak hadits yang menuturkan akan lahirnya Imam Mahdi, namun tidak satupun hadits-hadits tersebut menyatakan, bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah. Hadits-hadits tersebut hanya menyatakan, bahwa Imam Mahdi adalah seorang Khalifah yang saleh, yang akan memerintah dengan adil, dan akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan penyimpangan. Dari Abi Sa’id al-Hudhri ra. berkata, dari Nabi saw. bersabda:



لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَمْتَلِيءَ الأَرْضُ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا، ثُمَّ يَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ أَوْ عِتْرَتِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَعُدْوَانًا.



Hari kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah bumi ini dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. Setelah itu, lahirlah seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlu al-Bait), atau keturunanku, sehingga dia memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan, sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan permusuhan. (Hr. Ibn Hibban)



Dalam riwayat lain, dari Abdullah, dari Nabi Rasulullah saw. beliau bersabda:



لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمْلِكَ النَّاسَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمَهُ اسْمِي وَاسْمَ أَبِيْهِ اسْمُ أَبِيْ فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا وَعَدْلاً.



Hari kiamat tidak akan tiba, kecuali setelah manusia ini diperintah oleh seorang lelaki dari kalangan keluargaku (Ahlu al-Bait), yang namanya sama dengan namaku, dan nama bapaknya juga sama dengan nama bapakku. Dia kemudian memenuhi dunia ini dengan keseimbangan dan keadilan. (Hr. Ibn Hibban)



3- Hanya saja, terdapat riwayat yang menyatakan, bahwa Imam Mahdi tersebut lahir setelah berdirinya Khilafah, bukan sebelumnya. Diriwayatkan dari Ummu Salamah, berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:



يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ المَدِيْنَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيْهِ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيَخْرُجُوْنَهُ وَهُوَ كاَرِهٌ فَيُبَايِعُوْنَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ وَيُبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْثٌ مِنَ الشَّامِ فَيُخْسِفَ بِهِمْ بِالبَيْدَاءِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالمَدِيْنَةِ فَإِذَا رَأَى النَّاسُ ذَلِكَ أَتَاهُ أَبْدَالُ الشَّامِ وَعَصَائِبُ أهْلِ العِرَاقِ فَيُبَايِعُوْنَهُ، ثُمَّ يَنْشَأُ رَجُلٌ مِنْ الشَّامِ أَخْوَالُهُ كَلْبٌ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِمْ بَعْثًا فَيُظْهِرُوْنَ عَلَيْهِمْ وَذَلِكَ بَعْثُ كَلْبٍ وَالْخَيْبَةِ لِمَنْ لَمْ يَشْهَدْ غَنِيْمَةَ كَلْبٍ فَيُقَسِّمُ المَالَ وَيَعْمَلُ فِي النَّاسِ.. وَيُلْقِيَ الإِسْلاَمَ بِجِرَانِهِ فِي الأَرْضِ فَيَلْبَثُ سَبْعَ سِنِيْنَ ثُمَّ يَتَوَفَّى وَيُصَلِّى عَلَيْهِ الُمسْلِمُوْنَ وَفِي رِوَايَةٍ فَيَلْبَثُ تِسْعَ سِنِيْنَ.



“Akan muncul pertikaian saat kematian seorang Khalifah. Kemudian seorang lelaki penduduk Madinah melarikan diri ke kota Makkah. Penduduk Makkah pun mendatanginya, seraya memintanya dengan paksa untuk keluar dari rumahnya, sementara dia tidak mau. Lalu, mereka membai’atnya di antara Rukun (Hajar Aswad) dengan Maqam (Ibrahim). Disiapkanlah pasukan dari Syam untuknya, hingga pasukan tersebut meraih kemenangan di Baida’, tempat antara Makkah dan Madinah. Tatkala orang-orang melihatnya, dia pun didatangi oleh para tokoh Syam dan kepala suku dari Irak, dan mereka pun membai’atnya. Kemudian muncul seorang (musuh) dari Syam, yang paman-pamannya dari suku Kalb. Dia pun mengirimkan pasukan untuk menghadapi mereka, hingga Allah memenangkannya atas pasukan dari Syam tersebut, hingga al-Mahdi merebut kembali daerah Syam dari tangan mereka. Itulah suatu hari bagi suku Kalb yang mengalami kekalahan, yaitu bagi orang yang tidak mendapatkan ghanimah Kalb. Al-Mahdi lalu membagi-bagikan harta-harta tersebut dan bekerja di tengah-tengah masyarakat… menyampaikan Islam ke wilayah di sekitarnya. Tidak lama kemudian, selama tujuh atau, dia pun meninggal dunia, dan dishalatkan oleh kaum Muslim. Dalam riwayat lain dinyatakan, tidak lama kemudian, selama sembilan tahun. ” (Hr. At-Thabrani)

Hadits di atas, dengan jelas menyatakan, bahwa akan lahir Khalifah baru setelah meninggalnya Khalifah sebelumnya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam lafadz:



يَكُوْنُ اخْتِلاَفٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيْفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ.



“Akan muncul pertikaian saat kematian seorang Khalifah. Kemudian keluarlah seorang lelaki..” (Hr. At-Thabrani)



Dengan demikian, pandangan yang menyatakan, bahwa Imam Mahdilah yang akan mendirikan Khilafah Rasyidah Kedua jelas merupakan pandangan yang lemah. Demikian juga pandangan yang menyatakan, bahwa tidak perlu berjuang untuk menegakkan Khilafah, karena tugas itu sudah diemban oleh Imam Mahdi, sehingga kaum Muslim sekarang tinggal menunggu kedatangannya, adalah juga pandangan yang tidak berdasar.



Jadi jelas sekali, bahwa Imam Mahdi bukanlah orang yang mendirikan Khilafah, dan dia bukanlah Khalifah yang pertama dalam Khilafah Rasyidah Kedua yang insya Allah akan segera berdiri tidak lama lagi. Karena itulah, tidak ada pilihan lain bagi setiap Muslim yang khawatir akan mati dalam keadaan jahiliyah, selain bangkit dan berjuang bersama-sama para pejuang syariah dan Khilafah hingga syariah dan Khilafah tersebut benar-benar tegak di muka bumi ini. Allah akbar.

Read More......

Rabu, 09 April 2008

Syariat Islam dan Penuntasan Kemiskinan

Tanggung Jawab Negara

Tugas Negara dalam pandangan syariah Islam bukan hanya memberikan jaminan terhadap kebutuhan pokok individu dan kebutuhan strategis kolektif masyarakat, namun Negara juga wajib menjamin bergeraknya ekonomi riil di tengah masyarakat. Hal ini akan membuat rakyat bisa bekerja mandiri untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Tidaklah mengherankan kalau Islam melarang kegiatan non riil (judi dan riba) yang menghambat laju peredaran uang. Praktik riba dan judi, keduanya membentuk sektor non-real dalam sistem ekonomi kapitalis baik dalam bentuk perbankan, asuransi, maupun perdagangan saham. Dalam sistem kapitalis, money (juga capital) memang dipandang sebagai private goods. Dalam pikiran kapitalistik , baik diinvestasikan dalam proses produksi atau tidak, semua capital harus menghasilkan uang. Faktanya, investasi di sektor non-real saat ini memang cenderung terus meningkat, jauh melampaui uang yang beredar di sektor produksi. Inilah yang disebut oleh Paul Krugman (1999) sebagai “ekonomi balon” (bubble economy).

Islam membedakan money (uang) dengan capital (modal). Money sebagai public goods adalah flow concept, sedangkan capital sebagai private goods adalah stock concept. Money adalah milik masyarakat. Karena itu, penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) dilarang karena akan mengurangi jumlah uang beredar; bila diibaratkan dengan darah, perekonomian akan kekurangan darah atau mengalami kelesuan alias stagnasi.

Semakin cepat money berputar dalam perekenomian akan semakin baik bagi ekonomi masyarakat. Jadi, uang harus dibelanjakan. Kalau tidak, sebagai private goods, dana itu diinvestasikan, diproduktifkan baik secara langsung atau dengan melakukan kerjasama bisnis dalam bentuk syarikah dengan orang lain; bisa juga disedekahkan, atau dipinjamkan tanpa riba, dan dikeluarkan zakatnya dan dilarang untuk modal judi. Secara makro, langkah-langkah itu akan membuat velocity of money akan bertambah cepat. Ini berarti merupakan tambahan darah baru bagi perekonomian secara keseluruhan.

Islam juga mewajibkan Negara menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian Beliau saw. bersabda: “Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak, lalu gunakan ia untuk bekerja”

Solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi kemiskinanbukanlah sesuatu yang menarik sebatas dalam tataran konsep semata. Tapi terwujud saat kaum muslimin dibawah naungan Khilafah. Tercatat dalam sejarah, Ibnu Abdil Hakam (Sîrah Umar bin Abdul ‘Azîz hlm. 59) meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya.” (Al-Qaradhawi, 1995).

(Muhammad Ismail Yusanto)


Read More......

Krisis Pangan Indonesia :Dampak dari Privatisasi dan Liberalisasi

Memprihatinkan! Itulah sebuah kata yang menggambarkan kondisi masyarakat di Indonesia. Dari awal SBY-JK memimpin Negara yang kaya ini sampai saat sekarang kondisi seperti ini terus terjadi bahkan dari waktu ke waktu cenderung semakin parah. Berbagai macam berita yang keluar baik melalui media elektronik maupun cetak semuanya menampilkan fakta-fakta yang menggambarkan kondisi tersebut mulai dari hal terkecil (individu) sampai kepada yang terbesar (Negara).

Kalau kita memperhatikan berita belakangan ini maka banyak sekali ha-hal yang seharusnya tidak terjadi di Negara yang kaya ini tapi malah justru terjadi. Mulai dari semakin banyaknya orang yang mengalami gangguan jiwa (stress) sampai kepada kebijakan Negara yang justru tidak berpihak kepada rakyat. Menurut ahli kesehatan gangguan jiwa ini bukan hanya gila akan tetapi jika seseorang melakukan suatu perbuatan yang tidak wajar, atau dari awalnya baik tetapi kemudian menjadi jahat, dari awalnya taat kemudian menjadi kafir, intinya jika seseorang melakukan perbuatan yang diluar kewajaran yang seharusnya tidak dia lakukan maka hal seperti itu dapat dikatakan kalau orang tersebut telah mengalami gangguan dalam kejiwaannya.

Seorang Ibu tega membunuh dua orang anaknya lantaran ditinggal oleh suaminya dan Ibu tersebut tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan anaknya, ratusan orang menganteri membeli kebutuhan bahan-bahan pokok, perampokan, dll Ya itu merupakan sepenggalan fakta yang terjadi akibat dari krisis multidimensi yang terjadi di Negeri ini. Sebuah fakta yang ironis memang negeri yang terkenal dengan kesuburan dan kemelimpahan hasil buminya seolah tidak menjamin kebutuhan pangan rakyatnya. Harga berbagai kebutuhan pokok di semua daerah, setiap hari dirasakan terus melonjak dan kelangkaan sering terjadi saling susul satu sama lain. Bila tidak segera diantisipasi, realitas ini sangat rentan terhadap "chaotic" berupa bibit-bibit kerusuhan sosial. Sebuah permasalahan yang dianggap kecil oleh sebagian pihak akan tetapi berdampak besar terhadap Negara.

Krisis pangan memang tengah menjadi penghias berita utama berbagai media massa. Kelaparan melingkupi berbagai wilayah negeri, kemiskinan merajalela, harga bahan-bahan pokok yang melambung, kelangkaan bahan-bahan pokok, kekurangan gizi, dsb. Data WHO menunjukkan kesehatan masyarakat Indonesia terendah di Asean dan peringkat ke-142 dari 170 negara. Data WHO itu menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang yang pada balita pada 2002 masing-masing meningkat menjadi 8, 3 persen dan 27, 5 persen serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8, 8 persen dan 28 persen.

Krisis pangan merupakan permasalahan klasik yang terjadi di hampir semua Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya permasalahan ini merupakan masalah jangka panjang yang tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan sesaat. Sehubungan dengan krisis pangan yang sedang berlangsung, pemerintah sekarang menerapkan paket kebijakan untuk menstabilkan harga sejumlah komoditas pangan (beras, kedelai, terigu, dan minyak goreng) dan minyak tanah. Persoalannya sekarang, selain paket kebijakan, mampukah pemerintah melawan kartel yang begitu lihai memainkan harga bahan pokok?

Jika ditelusuri lebih jauh permasalahan ini sebenarnya bukanlah semata permasalahan local saja, tapi merupakan sebuah permasalahan global. Berdasarkan pantauan Badan Pangan dan Pertanian dunia (FAO) 36 negara mengalami krisis pangan akibat kenaikan harga-harga komoditas pangan. Menurut laporan FAO yang dipublikasikan pada bulan Februari , Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami krisis pangan.

Fakta lainnya bahwa ini merupakan permasalahan global adalah dengan adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah terkait dengan pangan yang justru merugikan rakyat dan bahkan memperparah dampak dari krisis pangan ini, beberapa kebijakan itu antaralain: privatisasi, liberalisasi, deregulasi, dan subtitusi energi biofuel –sebagai inti dari Konsesus Washington.
1. Privatisasi; akar permasalahan dari hal ini tidak hanya parsial pada aspek impor dan harga seperti yang sering didengungkan oleh pemerintah dan pers. Lebih besar dari itu, ternyata negara dan rakyat Indonesia tidak lagi punya kedaulatan, yakni kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan. Saat ini di sektor pangan, kita telah tergantung oleh mekanisme pasar yang dikuasai oleh segelintir perusahaan raksasa (red. kelompok kapitalis). Privatisasi sektor pangan—yang notabene merupakan kebutuhan pokok rakyat—tentunya tidak sesuai dengan mandat konstitusi RI, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Faktanya, Bulog diprivatisasi sehingga beralih fungsi sebagai penyangga pangan sekaligus mencari keuntungan, dan industri hilir pangan hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen Phokpand. Mayoritas rakyat Indonesia jika tidak bekerja menjadi kuli di sektor pangan, pasti menjadi konsumen atau end-user. Privatisasi ini pun berdampak serius, sehingga berpotensi besar dikuasainya sektor pangan hanya oleh monopoli atau oligopoli (kartel)—seperti yang sudah terjadi saat ini.

2. Liberalisasi; krisis pangan juga disebabkan oleh kebijakan dan praktek yang menyerahkan urusan pangan kepada pasar (1998, Letter of Intent IMF), serta mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan oleh perdagangan bebas (1995, Agreement on Agriculture, WTO). Akibatnya negara dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas. Negara ini pun melakukan upaya liberalisasi terhadap hal yang harusnya merupakan state obligation terhadap rakyat. Market access Indonesia dibuka lebar-lebar, bahkan hingga 0 persen seperti kedelai (1998, 2008) dan beras (1998). Sementara domestic subsidy untuk petani kita terus berkurang (tanah, irigasi, pupuk, bibit, teknologi dan insentif harga). Di sisi lain, export subsidy dari negara-negara overproduksi pangan seperti AS dan Uni Eropa—beserta perusahaan-perusahaannya—malah meningkat. Indonesia pun dibanjiri barang pangan murah, sehingga pasar dan harga domestik kita hancur (1995 hingga kini). Hal ini jelas membunuh petani kita.

3. Deregulasi; beberapa kebijakan sangat dipermudah untuk perusahaan besar yang mengalahkan pertanian rakyat. Seperti contoh UU No. 1/1967 tentang PMA, UU No. 4/2004 tentang Sumber Daya Air, Perpres 36 dan 65/2006, UU No. 18/2003 Tentang Perkebunan, dan yang termutakhir UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Dengan kemudahan regulasi ini, upaya privatisasi menuju monopoli atau kartel di sektor pangan semakin terbuka. Hal ini semakin parah dengan tidak diupayakannya secara serius pembangunan koperasi-koperasi dan UKM dalam produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan.
4. Subtitusi biofuel; ternyata kelangkaan bahan pangan (terutama biji-bijian) yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga juga disebabkan oleh kenaikan harga bahan pupuk dan energi serta subtitusi energi biofuel. Rupanya, tarikan komoditas pertanian untuk energi demikian kuat mengalahkan tarikan untuk pangan. Akibatnya, kenaikan harga lebih cepat daripada prediksi. Akhirnya, genderang perang pangan versus energi tengah dimulai. Pada dasarnya, perang pangan vs energi adalah peran perut melawan mobil/mesin, perang antara warga miskin dan kaum berpunya. Bisa dipastikan, karena). daya tawarnya rendah, kaum miskin akan keluar sebagai pecundang.
Dengan sistem kebijakan dan praktek ini, Indonesia kini tergantung kepada pasar internasional (harga dan tren komoditas). Maka saat terjadi perubahan pola-pola produksi-distribusi-konsumsi secara internasional, kita langsung terkena dampaknya. Kasus kedelai 2008 ini sebenarnya bukanlah yang pertama, karena ada kasus-kasus sebelumnya (beras pada tahun 1998, susu pada tahun 2007, dan minyak goreng pada tahun 2007). Hal ini akan sedikit banyak serupa pada beberapa komoditas pangan yang sangat vital bagi rakyat yang masih tergantung pada pasar internasional: beras, kedelai, jagung, gula, singkong dan minyak goreng.
Krisis pangan di awal tahun 2008 ini menunjukkan bahwasanya tesis tentang pasar bebas itu tidak berlaku untuk keselamatan umat manusia—terutama dalam hal pangan. Bahkan sejak aktifnya perdagangan bebas ini dipromosikan WTO, angka kelaparan di dunia semakin meningkat dari 800 juta jiwa (1996) menjadi 853 juta jiwa (2007).

Syariah Islam: Solusi Tuntas Mengatasi Kelangkaan Pangan
Dalam pandangan ekonomi kapitalis, problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus bertambah. Akibatnya, sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan, krisis pangan, kenaikan harga, dll Pandangan ini jelas keliru, bathil, dan bertentangan dengan fakta.

Salah satu bagian terpenting dari syari’at Islam adalah adanya aturan-aturan yang berkaitan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu masyarakat, baik berupa pangan, pakaian, dan papan, serta lapangan pekerjaan.

Dalam hal memenuhi kebutuhan pokok ini Islam telah mewajibkan kaum laki-laki untuk bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya, sanak kerabatnya yang tidak mampu, serta isteri dan anak-anaknya. Allah SWT berfirman:
…Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada pada ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya. Dan warispun berkewajiban demikian… (TQS. al-Baqarah [2]: 233).
Bagi orang yang tidak mampu bekerja, Islam telah menetapkan nafkah mereka akan dijamin oleh sanak kerabatnya. Jika sanak kerabatnya juga tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka beban menafkahi diserahkan kepada negara. Negara Islam dengan baitul maalnya akan menanggung nafkah bagi orang-orang yang tidak mampu bekerja dan berusaha. Rasulullah saw bersabda:

“Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.”[HR. Bukhari dan Muslim].

Negara selayaknya juga menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, agar rakyat bisa bekerja dan berusaha. Rasulullah saw pernah memberi dua dirham kepada seseorang dan bersabda,
“makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakanlah ia untuk bekerja.”

Negara juga harus mendorong rakyatnya agar giat bekerja agar mereka bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Rasulullah saw pernah ‘mencium’ tangan Sa’ad bin Mu’adz ra, tatkala beliau saw melihat bekas-bekas kerja pada tangan Mu’adz. Beliau saw bersabda, artinya,
“Dua tangan yang dicintai Allah ta’ala.”

Di dalam Islam tidak ada subtitusi pangan menjadi energi, yang ada adalah Islam selalu berusaha untuk menjaga ketahanan pangan dan tetap mengelola SDA lainnya ,seperti energi oleh Negara untuk kepentingan umat.

Fakta bahwa pemerintahan Islam saat itu telah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya tercermin dengan apa yang dilakukan oleh ‘Umar bin Khaththab. Beliau ra, telah membangun suatu rumah yang diberi nama , “daar al-daaqiq’ (rumah tepung). Di dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, korma, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai kebutuhannya terpenuhi. Rumah itu dibangun diantara jalan antara Mekah dan Syam, ditempat strategis dan mudah dicapai oleh para musafir. Daar al-daqiiq juga dibangun diantara jalan Syam dan Hijaz.

Jika negara tidak mampu, maka seluruh kaum muslim wajib menanggungnya. Ini direfleksikan dengan cara penarikan pajak oleh negara dari orang-orang yang mampu, lalu didistribusikan kepada orang-orang yang tidak membutuhkan.

Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan kepada kaum Muslim, tetapi juga kepada orang non-Muslim. Dalam hal ini, orang-orang non-Muslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah, mempunyai hak yang sama dengan orang Muslim, tanpa ada perbedaan. Sebagai contoh, dalam aqad dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Dan untuk selajutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi tanggungan Baitul Mal kaum Muslim.” Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra.

Umar bin Khatab ra. pernah menjumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Ketika ditanyakan kepadanya, ternyata usia tua dan kebutuhan telah mendesaknya untuk berbuat demikian. Umar segera membawanya kepada bendahara Baitul Mal dan memerintahkan agar detapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari Baitul Mal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaanya. Umar berkata: “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya kala dia masih muda, kemudian menelantarkannya kala dia sudah lajut usia.

Demikianlah beberapa gambaran sejarah kaum Muslim, yang menunjukkan betapa Islam yang mereka terapkan ketika itu benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Bukan hanya bagi umat Muslim tapi juga bagi umat non-Muslim yang hidup di bawah naungan Islam.

Krisis energi dan krisis pangan yang merupakan buah krisis ekologi tidaklah lepas dari tangan tak terlihat yang sangat mencengkeram pemerintah dan parlemen di negeri ini. Nyanyian peningkatan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pokok tidaklah menjawab sebuah tangisan kelaparan selama Indonesia belum bisa lepas dari system kufur (red. Sekuler dan kapitalistik). Hiruk pikuk tarian (erotis) tidaklah menghilangkan rintihan umat yang selalu disingkirkan. Jas mewah yang dibeli dari uang publik (APBN/D) tidak akan menghangatkan tidur rakyat yang tak lagi punya tempat bernaung. Pemerintah dan parlemen sebagai pelayan publik, bangunlah dari buaian mimpi indah yang diputarkan pemodal (asing). Saatnya berpihak pada kepentingan umat demi keberlanjutan negeri ini dan meninggalkan system kapitalis yang kufur dan beralih ke system Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Amiin.
Wallahualam bishowaab.


Read More......

Senin, 07 April 2008

Bagaimana Percaya Kepada Allah (Tuhan)

Aqidah dibangun atas dasar pemikiran rasional (aqliyah). Termasuk Keimanan kepada Rabbb Tuhan Pencipta Manusia Dan Alam Semesta (Allah SWT)

Aqidah Islam bukanlah suatu keyakinan yang dibangun atas dasar doktrin atau taklid semata. Namun, aqidah Islam haruslah muncul dari proses berfikir secara rasional. Imam Syafi'i dalam kitab Fiqhul Akbar berkata: "Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma'rifat kepada Allah Ta'ala. Arti berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan qalbu dalam kondisi orang yang berfikir tersebut dituntut untuk ma'rifat kepada Allah. Dengan. cara seperti itu, ia bisa sampai kepada ma'rifat terhadap hal-hal yang ghaib dari pengamatannya dengan indra dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini merupakan suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin."


Pemikiran rasional yang membangun sebuah aqidah juga pernah ditunjukkan oleh seorang arab baduy yang suatu ketika ditanyakan kepadanya "Dengan apa engkau mengenal Rabbmu ?" Dia menjawab :

"Tahi onta itu menunjukkan adanya onta dan bekas tapak kaki menunjukkan pernah ada orang yang berjalan. Bukankah gugusan bintang yang ada di langit dan ombak yang bergelombang di laut menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa."

Allah SWT berfirman yang artinya :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” [QS.Al-Baqarah: 164]

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” [QS. Ali Imran: 190]

Ayat di atas dan masih banyak lagi ayat yang serupa mengajak manusia untuk memperhatikan segenap kandungan alam semesta dengan seksama dan memperhatikan apa yang ada di dalam diri dan sekelilingnya. Semua itu merupakan bukti nyata adanya Pencipta yang Maha Mengatur. Dengan cara itu, imannya kepada Allah SWT merupakan keyakinan yang ma ntap karena berdasarkan bukti yang nyata dan rasional. Islam memperingatkan manusia untuk tidak mengikuti begitu saja keyakinan dan jalan hidup yang ditempuh oleh nenek moyangnya tanpa meneliti sejauh mana kebenaran pilihan tersebut. Dengan kata lain, Islam telah melarang seorang muslim bertaqlid dalam masalah keyakinan atau aqidahnya. Allah SWT berfirman yang artinya :

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab, ‘(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" [QS. Al-Baqarah: 170]


“Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.’ mereka menjawab, ‘Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.’ dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” [QS. Al-Maidah: 104]

Ayat-ayat di atas menunjukkan secara tegas larangan pada setiap manusia untuk mengikuti begitu saja (taqlid) kepada nenek moyangnya dalam masalah aqidah. Keyakinan atau aqidah yang diperoleh dengan jalan taqlid adalah keimanan yang rapuh, mudah sekali digoncang oleh berbagai cobaan dan tantangan. Abdul Majid Az-Zindani menyatakan :

“Kalau manusia ingin memiliki iman yang benar, ia harus berilmu (menggunakan akalnya). Sebab iman yang didapat dan dipertahankan dengan jalan taqlid kepada orang lain akan segera goncang justru di awal menghadapi cobaan dan serangan.”

Inilah proses membangun aqidah yang diajarkan Islam. Aqidah yang dibangun berlandaskan pemikiran yang jernih hasil proses pengamatan atas bukti-bukti yang nyata yang terhampar di alam semesta ini. Melalui pengamatan dan pemikiran inilah seseorang akan sampai kepada keyakinan tentang eksistensi Allah SWT.


Dengan jalan melihat dan memperhatikan seperti itu dengan menggunakan akalnya, maka manusia akan sampai kepada kesimpulan akan adanya bahwa terdapat pencipta bagi segala sesuatu. Hal ini disebabkan oleh karena sesungguhnya manusia tatkala melihat alam semesta, maka ia dapat melihat betapa alam semesta itu penuh keterbatasan (al mahduud) dan penuh keteraturan (al munazhzham) dalam bentuk yang apik. Sedangkan sesuatu yang mahduud dan munazhzham membutuhkan pihak yang membatasi dan mengatumya. Hal itu berarti bahwa ia merupakan makhluuq (ciptaan) dari Al Kholiq (Pencipta).


Demikian pula manusia dan kehidupan, maka ia akan mendapati bahwa keduanya memiliki keterbatasan pula. Manusia—sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya menurut jangkauan panca indra—kenyataannya bersifat terbatas, lemah dan butuh kepada yang lain. Umur dan ukuran tubuh manusia saja misalnya. ltupun terbukti terbatas. Manusia, di dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka ia membutuhkan kepada sesuatu yang lain (seperti makanan, air, dan udara). Dengan demikian, maka manusia juga merupakan mahluk dari Al Kholiq (Pencipta).

Dalam menentukan sifat Al Kholiq (Pencipta) ini hanya ada tiga kemungkinan.

a. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Dengan pemikiran aqliyah yang jernih dan mendalam, akan dipahami bahwa kemungkinan ini adalah kemungkinan yang bathil (tidak dapat diterima oleh akal). Sebab apabila Ia diciptakan oleh yang lain maka Ia adalah makhluk dan bersifat terbatas, yaitu butuh kepada yang lain untuk mengadakannya.

b. Kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Kemungkinan kedua ini pun bathil juga. Karena dengan demikian ia akan menjadi makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Jelas ini tidak dapat diterima oleh akal.

c. Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud dan mutlak keberadaannya. Setelah dua kemungkinan di atas dinyatakan bathil, maka hanya tinggal satu kemungkinan lagi dan hanya kemungkinan yang ketiga –lah yang shohih, yakni Al Kholiq itu tidak boleh tidak harus bersifat azali dan wajibul wujud serta mutlak adanya. Dialah Allah SWT.

“Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” [QS. Thaahaa: 14]

Iman kepada Allah akan tercapai melalui jalan akal. Sedangkan keimanan kepada sifat-sifat Allah dan asmaa-ul husna dapat dicapai melalui jalan naqli, yaitu wahyu Allah. Sifat-sifat Allah dan asmaa-ul. husna itu telah dijelaskan dalam Al Quran. Firman Allah yang artinya:

“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Penguasa, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Pemberi Keamanan, Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (23) Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik (asmaa ul husna). Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (24) (TQS. Al-Hasyr: 23-24)

Read More......

Kamis, 06 Maret 2008

Keimanan Kepada Al Qur'an

Al Quran merupakan sebuah kitab berbahasa arab yang dibawa oleh Muhammad saw. Dalam menentukan darimana asal Al Quran, akan kita dapatkan 3 kemungkinan, yaitu: 1) kitab itu merupakan karangan orang Arab, 2) kitab itu merupakan karangan Nabi Muhammad saw., atau 3) kitab itu berasal dari Allah Kiranya, tidak ada lagi kemungkinan selain ketiga ini, dilihat dari kenyataan bahwa Al Quran menggunakan bahasa Arab dan usluub (gaya bahasa) Arab.



Pembahasan dari Ketiga kemungkinan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pertama, ia merupakan karangan bangsa Arab.

Kemungkinan yang pertama ini, yang mengatakan bahwa Al Qur'an merupakan karangan bangsa Arab adalah suatu kemungkinan yang bathil. Sebab Al Qur'an sendiri menantang mereka (bangsa Arab) untuk membuat karya yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat :


“Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orangorang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".”

[QS.(11) Hud:13]


“Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya."

Katakanlah: ‘Kalau benar yang kamu katakan maka coba datangkan sebuah surat yang menyamainya.

dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu

orang yang benar.” [QS. (10) Yunus: 38]


Bangsa Arab telah berusaha untuk menghasilkan karya yang serupa, akan tetapi mereka

tidak juga berhasil. Jadi Al Qur'an bukan berasal dari perkataan orang Arab, karena

ketidakmampuan mereka untuk menghasilkan karya yang serupa.

b. Kedua, ia merupakan karangan Muhammad SAW.

Adapun kemungkinan yang kedua, yang mengatakan bahwa Al Qur'an itu karangan Muhammad SAW, adalah kemungkinan yang bathil pula. Sebab Muhammad adalah orang Arab juga. Bagaimanapun jeniusnya, tetaplah ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota dari bangsanya. Selama bangsa Arab tidak mampu menghasilkan karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad SAW yang orang Arab itu juga tidak mampu menghasilkan karya yang serupa. Jelaslah bahwa Al Qur'an, bukan karangannya. Hal tersebut makin diperkuat dengan banyaknya hadits-hadits shahih dan mutawatir dari Nabi Muhammad SAW, yang bila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat manapun dalam Al Qur'an maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasa (uslub), padahal keduanya berasal dari orang yang sama. Akan tetapi keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Dan bagaimanapun kerasnya seseorang menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam pembicaraannya, tetap akan terdapat kemiripan antara gaya bahasa yang satu dengan gaya bahasa yang lain. Jadi karena tidak ada kemiripan antara gaya bahasa Al Qur'an dengan gaya bahasa hadits maka yakinlah bahwa Al Qur'an itu bukan perkataan Nabi Muhammad SAW.

Dengan demikian maka terbantahlah kemungkinan pertama dan kedua. Kini tinggal tuduhan lain yang mereka lontarkan, yaitu bahwa Al Qur'an itu di sadur oleh Muhammad SAW dari seorang pemuda Nasrani bernama Jabr. Tuduhan itu ditolak keras oleh Allah SWT melalui firmannya:





“(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, ‘Sesungguhnya Al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non arab), sedangkan Al Qur'an itu dalam bahasa Arab yang jelas.” [QS.(16) An-Nahl: 103]

Inilah pembuktian yang jelas bahwa Al Qur'an itu bukan karangan bangsa Arab atau karangan Muhammad SAW. Al Qur'an adalah perkataan Allah (kalamullah) yang menjadi mukjizat bagi pembawanya (Muhammad SAW). Tidak ada kemungkinan lain selain ini, dilihat dari kenyataan bahwa Al Qur'an itu berbahasa Arab.

c. Ketiga, ia berasal dari Allah semata, sebagaimana pernyataan pembawanya.

Setelah kedua kemungkinan tersebut terbantahkan, kini hanya tinggal satu kemungkinan yaitu bahwa Al Qur’an itu adalah kalamullah. Kemungkinan inilah yang shahih di antara tiga kemungkinan yang ada. Kemungkinan ini sekaligus membuktikan bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah karena tidak ada yang membawa syariat dan mukjizat kecuali seorang nabi dan rasul. Sedangkan yang membawa syariat (Al Qur’an) tersebut tidak lain adalah Muhammad SAW. Jadi Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul.

Al Qur’an merupakan kitab suci yang dipelihara/dijaga keasliannya langsung oleh Allah dan sekaligus berfungsi sebagai penyempurna dan penghapus syari’at-syari’at nabi dan rasul sebelumnya. Allah SWT berfirman :






“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”

[QS.(15) Al-Hijr: 9]





“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu.” (QS.(5) Al-Maidah: 48)

Cukuplah bukti bahwa mukjizat Al Qur'an telah mampu menyebabkan orang menjadi beriman. Bangsa yang buta huruf telah menjadi bangsa yang berilmu dan mampu memimpin dunia. Bangsa Arab maupun ‘Ajam (non Arab) yang tadinya hidup dalam kegelapan jahiliyah, menjadi bangsa beradab dan berbudaya tinggi. Tidaklah mengherankan bahwa kemajuan umat masa lampau di segala bidang ilmu dan budaya, disebabkan karena Al Qur'an telah menunjukan bermacam ilmu, seperti astronomi, sejarah, syari’at, strategi perang, politik dan lain-lain. Semua itu secara jelas membuktikan bahwa Al Qur'an mutlak kebenarannya sebagai wahyu Allah.

Pengakuan akan kebenaran Al Qur'an juga dicetuskan para cendekiawan barat dari berbagai disiplin ilmu. Sebagian besar dari mreka telah tunduk dan mengakui bahwa Al Qur'an adalah kitab suci (Al Wahyu) yang bersumber dari Allah, apalagi setelah terbukti berbagai penemuan baru pada abad mutakhir kini dan sebelumnya

Read More......

Definisi Aqidah

Definisi Aqidah

Perlu dipahami di awal bahwa istilah aqidah tidak pernah digunakan dalam teks Al Qur’an maupun sunnah Rasul Saw. Istilah aqidah baru dikenal dan digunakan oleh para ulama ushuluddin. M. Husain Abdullah dalam Dirasat fi al-Fikr al-Islami menyampaikan bahwa ditinjau dari bahasa arab, Aqidah berasal dari kata kerja 'Aqada yang bermakna syadda (menguatkan atau mengikatkan). Kata 'aqada ini dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai pengertian yang intinya mengandung makna ikatan atau penguatan, misalnya ‘aqdu al-habl (mengikatkan tali), ‘aqdu al-bai’ (mengadakan ikatan atau akad jual-beli), ‘aqd al’ahdi (mengadakan ikatan atau akad perjanjian) dan sebagainya. Masih secara bahasa, aqidah dapat pula bermakna ma in’aqada ‘alaihi al-qalbu, yaitu sesuatu yang hati itu terikat padanya. Adapun pengertian in’aqada adalah jazama bihi (hati itu memastikannya) atau shaddaqahu yaqiniyan (hati itu membenarkan secara yakin atau pasti). Jadi, menurut bahasa, aqidah adalah segala pemikiran yang dibenarkan secara pasti oleh hati, sedemikian hingga hati itu terikat kepadanya dan memberi pengaruh nyata pada manusia.


Ditinjau dari istilah, aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia tersebut

Hafidz Abdurrahman dalam Diskursus Islam, Politik dan Spiritual memberikan definisi aqidah secara global sebagai aqidah pemikiran yang menyeluruh mengenai manusia, kehidupan serta hubungan diantara semuanya dengan apa yang ada sebelum kehidupan (Pencipta) dan setelah kehidupan (Hari Kiamat), serta mengenai hubungan semuanya dengan apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan (syariat dan hisab), yang diyakini oleh qalbu (wijdan) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan realitas (yang diimani), dan bersumber dari dalil.

Dalam konteks Islam, aqidah Islam bisa didefinisikan dengan iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, Qadha dan Qadar dimana baik dan buruknya semata-mata dari Allah, yang diyakini oleh qalbu (wijdan) dan diterima oleh akal, sehingga menjadi pembenaran (keyakinan) yang bulat, sesuai dengan realitas, dan bersumber dari dalil. Sedangkan makna iman itu sendiri adalah tashdiiq al-jaazim al-muthaabiq li al-waaqi’ ‘an aldaliil (pembenaran pasti yang sesuai dengan kenyataan dan ditunjang dengan dalil/bukti). Pembenaran pasti artinya seratus persen kebenaran/keyakinannya tanpa ada keraguan (dzann) sedikitpun. Sesuai dengan kenyataan artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah). Ditunjang dengan suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu. Tanpa dalil sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti. Imam al-Ghazali menyatakan:

"Iman adalah pembenaran pasti yang tidak ada keraguan maupun perasaan bersalah yang dirasakan oleh pemeluknya.”




Read More......

Senin, 04 Februari 2008

Profil Singkat Gema Pembebasan

Photobucket
GEMA PEMBEBASAN KOM. UNM GUNUNG SARI

Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komisariat UNM Gunung Sari atau disingkat Gema Pembebasan Kom. UNM Gunung Sari adalah organisasi mahasiswa ekstra kampus yang beranggotakan mahasiswa Islam di Kampus UNM (Universitas Negeri Makassar) Gunung Sari yang lahir di tengah kampus dan Ummat Di Indonesia. Gema Pembebasan bertujuan mencerdaskan mahasiswa dan mengajak mereka untuk berjuang bersama menerapkan syariat Islam secara formal di Kampus Universitas Negeri Makassar ( UNM ) Gunung Sari serta penguatan opini Syariah dalam rangka menyambut kembalinya kehidupan Islam.

Gema Pembebasan Kom. UNM Gunung Sari awalnya satu komisariat dengan Gema Pembebasan kampus UNM Parang Tambung dengan nama Gema Pembebasan Kom. UNM. Namun, melalui Muskom Gema Pembebasan Kom. UNM, tgl 17 februari 2008, bertempat di aula Fakultas Teknik Lantai Universitas Negeri Makassar ( UNM ), diputuskanlah secara resmi pembagian komisariat menjadi dua. Yaitu Gema Pembebasan Kom. UNM Gunung Sari, dan Gema Pembebasan Kom. UNM Parang Tambung. Sehingga dibentuklah Gema Pembebasan Kom. UNM Gunung Sari tgl 17 februari 2008

LATAR BELAKANG

Mahasiswa dengan idealismenya memiliki potensi yang cukup besar dalam proses perubahan sosial dan politik. Akan tetapi selama ini mahasiswa banyak diwarnai oleh berbagai gerakan yang tidak atau kurang berani dalam mengedepankan ideologi Islam.

Oleh karena itu diperlukan sebuah jaringan dakwah kampus se-Indonesia untuk mengkampanyekan pemikiran-pemikiran Islam dan solusi-solusi Islam atas segala permasalahan serta untuk melahirkan kader-kader dakwah mahasiswa yang suatu saat akan terjun ke masyarakat.

Jaringan inilah yang kemudian diberi nama Gerakan Mahasiswa Pembebasan atau disingkat Gema Pembebasan. Gema Pembebasan Berjuang di tengah tengah masyarakat kampus untuk membentuk opini akan Syariah

PEMBENTUKAN

Gema Pembebasan resmi dibentuk pada tanggal 28 Februari 2004 bertempat di Auditorium Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia. Saat itu juga diresmikannya Website Gema Pembebasan dengan alamat http://www.gemapembebasan.or.id yang menjadi salah satu sarana publikasi opini dan ide-ide Gema Pembebasan. Setelah terbentuk, organisasi ini terus menyebar di Indonesia mulai tingkat pusat hingga perguruan tinggi dengan membentuk struktur baku Pengurus Pusat (PP), Pengurus Wilayah (PW), Pengurus Daerah (PD) dan Pengurus Komisariat (PK).


VISI, MISI dan TUJUAN


VISI:
Menjadikan Ideologi Islam sebagai mainstream gerakan mahasiswa di Indonesia.

MISI:

* Mengembangkan manajemen pengelolaan opini ideologi Islam sehingga memiliki daya gugah yang membangun kesadaran politik dan daya pembebas terhadap seluruh faktor yang membelenggu Islam.
* Membangun jaringan pergerakan Mahasiswa Islam ideologis di seluruh Indonesia.
* Mengembangkan sistem pendukung bagi transformasi ideologi Islam di kalangan mahasiswa dan pergerakan mahasiswa.
* Membentuk kader pergerakan mahasiswa Islam yang ideologis dan memiliki kemampuan dalam mengembangkan opini.

TUJUAN:
Terbentuknya opini Islam Ideologis di kalangan mahasiswa dan pergerakan mahasiswa di Indonesia.


KEGIATAN

Sebagai organisasi mahasiswa Islam Ideologis,
Gema Pembebasan memiliki kegiatan antara lain :

* Penulisan dan penyebaran artikel serta buletin keislaman
* Mengadakan bedah buku
* Mengadakan kajian keislaman tematik dan kajian bahasa arab.
* Mengadakan outbound dan pelatihan
* Mengadakan dialog pemikiran
* Mengadakan seminar-seminar keislaman
* Menanggapi masalah-masalah yang aktual dengan sudut pandang Islam.
* Mengadakan acara bersama dengan Lembaga Dakwah kampus lainnya.
* Mengadakan aksi simpatik pada moment-moment tertentu.

Oleh karena itu sudah saatnya Mahasiswa Bergabung dalam Gema Pembebasan

Motto Gema Pembebasa : Bersatu, Bergerak, Tegakkan Ideologi Islam, Allau Akbar !!!!


Read More......