Selasa, 15 April 2008

Akar Masalah Ummat Islam

Pada saat saya melihat kondisi yang terjadi di pertengahan 2008 ini, saya sempat berbicara di tengah-tengah para dewan guru dalam acara menghadapi diskusi di sebuah sekolah non formal menyampaikan bahwa menghadapi situasi yang serba tidak menentu seperti sekarang ini, ada dua langkah yang harus kita tempuh. Pertama: selalu kembali ke asas, yakni Islam. Dalam setiap persoalan, kita selalu merujuk pada Islam. Kedua: perlu berani berpikir dan mengambil langkah out of box, keluar dari pakem. Misalnya saja, ketika ada keluhan tentang masalah kehutanan, yang mana Indonesia selalu dirugikan dan Malaysia selalu diuntungkan, saya katakan, satukan saja Malaysia dan Indonesia menjadi satu negara. Toh yang penting bagi kebanyakan rakyat adalah hidup aman dan sejahtera.
Ketika ada yang nyeletuk, "Singapura perlu juga tuh disatukan," saya jawab, "Ya. Brunai, Pattani, Moro, Bangladesh, Pakistan, Jazirah Arab, Mesir, Libya, hingga Maroko perlu dipersatukan, yakni dalam wadah Khilafah Islamiyah."

Realitas Umat Hari Ini
Kondisi umat yang terpecah-belah dalam berbagai negara, bangsa, sistem perundangan, dan sistem pemerintahan selama lebih dari 80 tahun ini dengan problematika yang menyertainya menyebabkan umat ini terus dirundung berbagai permasalahan yang tiada henti-hentinya.
Kaum Muslim di Palestina terus ditindas Israel dengan dukungan Inggris dan AS sejak Khilafah runtuh hingga hari ini. Kaum Muslim Bosnia tahun 1993 diserang dan dijarah; sekitar 30.000 Muslimah di sana diperkosa secara sistematis oleh para bajingan Serbia di depan pasukan NATO tanpa bisa ditolong. Negara-negara OKI yang pada waktu itu sedang bermuktamar di Marakkes justru bertengkar satu sama lain tanpa mengambil keputusan untuk menolong dan membebaskan kaum Muslim Bosnia. Kaum Muslim di Cechnya dijajah kembali oleh Rusia hingga hari ini. Kaum Muslim di Pattani, Thailand, berulang-ulang menghadapi tindakan represif dari pemerintah. Hal yang sama dialami kaum Muslim Moro di Mindanao Filipina Selatan dan kaum Muslim Rohingya di Burma. Kaum Muslim Kashmir dirampok oleh tentara India; gadis-gadis Muslimah mereka diculik dan dipaksa menjadi pelacur di Bombay (Sabili, ed. 18 Th. XII/24/3/2005). Sementara itu, tidak satu pun pemerintahan Muslim yang berani memprotes serangan brutal tentara AS bersama para sekutunya ke Afganistan (tahun 2001) dan Irak (tahun 2002).
Di bidang ekonomi, Dunia Islam yang kaya-raya secara sistematis juga dibikin miskin oleh musuh-musuhnya. Utang luar negeri menjadi perangkap untuk menguras habis kekayaan alam Dunia Islam. Setiap utang, selain menanamkan bom waktu yang sewaktu-waktu meledak, juga disertai konsesi-konsesi seperti penguasaan sumber alam dengan kontrak karya, dan berbagai peraturan-peraturan yang sangat menguntungkan pihak kreditor. Kini, negeri-negeri yang berutang semacam Indonesia harus menganggarkan sampai 40% dari APBN-nya untuk membayar cicilan utang dan bunganya. Pembayaran bunga saja mencapai sekitar 59 triliun (total cicilan plus bunga sebesar 110 triliun).
Di bidang pendidikan, seiring dengan laju kemiskinan yang terus meningkat, Pemerintah justru melakukan privatisasi pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan negeri pun dibiarkan mencari sendiri dana operasional mereka yang berakibat pada naiknya biaya pendidikan. Universitas-universitas negeri terkenal semacam UI dan UGM jor-joran dalam memasang tarif masuk para mahasiswanya. Konon FKUI kelas internasional mematok sampai 250 juta untuk tarif masuk.
Sementara itu, partai politik dan para aktivisnya semakin tampak berjiwa oportunistik. Tidak sedikit suara-suara miring kini ditujukan pada lembaga legislatif: percaloan proyek, penyuapan untuk menggolkan undang-undang, bagi-bagi jabatan dan akses ke BUMN, dan lain-lain. UU Migas dan UU Sumber Daya Air yang jelas sangat memihak kapitalis dunia dan meminggirkan rakyat begitu mudah lolos. Kenaikan BBM begitu mudah disetujui. Tidak lama, disetujui pula oleh Pemerintah tunjangan operasional 10 juta peranggota DPR perbulan. Fenomena Pilkada pun penuh hura-hura tanpa hasil yang nyata bagi kesejahteraan rakyat.
Di bidang sosial, budaya hedonistik semakin dipertontonkan oleh para pejabat pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan kehidupan hedonis itu telah tampak nyata di tengah-tengah masyarakat. Kondisi ini diperparah lagi dengan maraknya perjudian, miras, dan narkoba. Dalam situasi budaya masyarakat yang semakin hedonistis, kehidupan sosial masyarakat pun semakin individualistis.

Akar Masalah


Problematika yang menimpa umat Islam ini hari ini sesungguhnya akibat tatanan kehidupan sekular (mengesampingkan agama dari kehidupan). Kehidupan inilah yang telah membuat umat ini tercerabut dari akarnya, yakni Islam. Islam hanya tampak pada saat Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Islam baru muncul saat kelahiran, sunnatan, perkawinan, dan kematian. Sebaliknya, dalam kehidupan secara utuh, baik dalam masalah ekonomi, politik, sosial, maupun budaya, umat ini telah terlepas dari Islam. Di situ pula masalahnya, mengapa umat ini menjadi lemah dan terpuruk.
Keterpurukan umat ini sesungguhnya merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang. Pertama: secara internal umat ini mengalami kemunduran berpikir. Kemunduran ini terutama setelah ditutupnya pintu ijtihad pada abad ke-4 H. Akibatnya, semakin sedikit orang yang dengan kualifikasi mujtahid mampu memecahkan masalah dengan hukum Islam. Kedua: secara eksternal ada upaya-upaya dari luar untuk meracuni pemikiran umat Islam dengan memasukkan ke tubuh umat ini berbagai paham yang bukan dari Islam seperti filsafat Yunani dan India, paham nasionalisme, dan lain-lain. Ketiga: ketika Khilafah Islamiyah yang lemah mulai memasukkan hukum-hukum sipil Eropa ke dalam undang-undang di negara tersebut dengan fatwa Syaikhul Islam bahwa hal itu tidak bertentangan dengan Islam. Keempat: runtuhnya sistem Khilafah sebagai penjaga Islam dan kaum Muslim.
Setelah itu, umat Islam dijajah Barat dan dipaksa menerapkan seluruh sistem sekular Barat dalam kehidupan mereka. Barat juga mencetak kader-kader paradaban Barat dari kalangan kaum Muslim. Akibatnya, sekularisasi di Dunia Islam semakin lancar. Jadilah hingga hari ini Dunia Islam hidup dalam tatanan sekular.
Dengan ketiadaan Khilafah, umat ini belum bisa bangkit mengatasi berbagai masalahnya. Sampai kapankah keadaan seperti ini dibiarkan? Wallâh al-Muwaffiq ilâ Aqwam ath-Tharîq!